Jumat, 18 Januari 2013

Perilaku Organisasi : Konflik dan Negosiasi


A.    Pengertian Konflik

Konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi perhatian dan kepentingan pihak pertama.

B.   Konflik Fungsional dan Konflik Disfungsional

Konflik Fungsional
Konflik fungsional adalah konflik yang bermanfaat, yaitu menggambarkan konfrontasi antara kelompok – kelompok yang dapat mempertinggi atau menguntungkan kelompok secara keseluruhan.

Konflik Disfungsional
Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi antara kelompok – kelompok yang merintangi tercapainya tujuan. Konflik disfungsional dapat secara negatif mempengaruhi efektivitas individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan.

C.   Proses Konflik
1.    Tahap I: Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
Langkah pertama adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan konflik tersebut. Tahap ini terbagi menjadi 3 kategori umum:

Komunikasi dapat merupakan sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan – kekuatan berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantik,kesalahpahaman, dan kebisingan dalam saluran komunikasi. Kesulitan semantik timbul akibat perbedaan pelayihan, persepsi selektif, dan informasi tidak memadaimengenai orang lain. Jadi, terlalu banyak maupun sedikit informasi dapat menjadi dasar untuk konflik.
Struktur istilah struktur digunakan untuk mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas, kejelasan yuridiksi, kecocokan anggota (sasaran), gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok. Semakin besar kelompok dan terspesialisasi kegiatan, maka kemungkinan konflik makin besar, sebab masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Selain itu, semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara cermat letak tanggung jawab tindakan, maka potensi munculnya konflik juga semakin besar. Partisipasi dan konflik sangtalah berkaitan, dan juga sistem imbalan dapat menciptakan konflik bila terjadi ketidak adilan pembagian.

Variabel Pribadi  mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi (penyimpangan kaidah gramatikal padaragam bahasa seseorang) dan perbedaan individu. Namun, ada sebuah sistem yang  terabaikan padahal sebenarnya merupakan sumber yang oenting dalam menciptakan potensi konflik. Perbedaan nilai merupakan penjelasan terbaik atas persoalan yang beraneka seperti prasangka, ketidaksepakatan mengenai sumbangan seseorang padasebuah kelompok dan imbalan yang layak diterimanya, dan penilaian atas bagus tidaknya sebuah buku.

2.    Tahap II: Kognisi dan Persoalisi
Meskipun konflik tersebut dipersepsiakan, tidak berarti bahwa konflik tersebut dipersonalisasikan. Dengan kata lain, seseorang mungkin menyadari bahwa dia dan partnernya berada dalam kondisi tidak sepakat yang serius, namun hal itu tidak membuatnya tegang atau cemas dan juga tidak berpengaruh apapun pada perasaannya terhadap partnernya tersebut. Sebuah konflik terdapat pada tingkat terasakan apabila individu – individu terlibat secara emosional, sehingga timbul kecemasan, ketegangna, frustasi dan permusuhan. Tahap ini merupakan tahap yang penting, karena disini konflik cenderung didefinisikan. Emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi. Umumnyaemosi negatif menghasilkan penyederhanaan berlebihan atas suatu persoalan, mengurangi kepercayaan, dan penafsiran negatif atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif meningkatkan kecenderungn melihat potensi hubungan antara setiap unsur masalah, menggunakan pandangan yang lebih luas atas situasi dan mengembangkan penyelesaian yang lebih inovatif.

3.    Tahap III: Maksud
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud (niat) berada di antara persepsi dan emosi serta perilaku. Maksud – maksud penanganan konflik primer dengan menggunakan dua dimensi antara lain:
1.    Kekooperatifan
Tingkat sejauh mana salah satu pihak berupaya memuaskan kebutuhan pihak lain.
2.    Ketegasan
Tingkat sejauh mana suatu pihak berupaya memenuhi kebutuhannya sendiri.Terbagi menjadi lima maksud penanganan konflik:
a.    Persaingan ( tegas dan tidak kooperatif )
Persaingan merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
b.    Kolaborasi ( tegas dan kooperatif )
Kolaborasi merupakan situasi yang di dalamnya pihak – pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak. Dalam kolaborasi, maksud pihak – pihak tersebut adalah memecahkan masalah dengan mengklarifikasi perbedaan, bukan dengan mengakomodasi berbagai sudut pandang.
c.    Penghindaran ( tidak tegas dan tidak kooperatif )
Penghindaran merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.
d.    Akomodasi ( kooperatif dan tidak tegas )
Akomodasi merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.
e.    Kompromi ( kisaran tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan )
Kompromi merupakan suatu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu. Oleh sebab itu karakteristik khas kompromi adalah bahwa setiap pihak bermaksud melepaskan sesuatu
Sebenarnya kelima maksud penanganan konflk tersebut bukanlah sebagai seperangkat pilihan, namun sebagai relatif tetap. Artinya, bila menghadapi situasi konflik, ada yang ingin menang bagaimana pun caranya, ada yang ingin menemukan pemecahan yang optimum, ada yang ingin melarikan diri, ada yang ingin mematuhi, dan juga ada yang ingin memecahkan perbedaan.
4.    Tahap IV: Perilaku
Tahap perilaku mencakup:
a.    Pernyataan
b.    Tindakan
c.    Reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik
Manajemen Konflik merupakan penggunaan teknik – teknik resolusi dan stimulasi untuk meraih level konflik yang diinginkan.
5.    Tahap V: Hasil

Hasil Fungsional
Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan konflik fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, terutama dalam perusahaan Amerika yang besar. Seperti kata seorang konsultan, “Sebagian besar orang yang sampai di puncak adalah penghindar konflik. Mereka tidak suka mendengar hal – hal yang negatif, mereka tidak suka mengatakan atau memikirkan hal – hal yang negatif. Sering mereka berhasil mendaki tangga sebagian karena mereka tidak menyakiti hati orang-orang ketika mendaki”. Seorang lain mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya 7 dari 10 orang dalam bisnis Arnerika berdiam diri bila pendapat mereka bertentangan dengan pandangan atasan, membiarkan para atasan membuat kekeliruan meskipun mereka sendiri mengetahui secara lebih baik. Budaya antikonflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir pada masa lalu, tetapi tidak dalam ekonomi global dengan persaingan begitu ganas seperti pada sekarang ini.
Organisasi – organisasi yang tidak mendorong dan mendukung perbedaan pandangan muungkin tidak bertahan hidup. Beberapa pendekatan yang digunakan organisasi untuk mendorong orang mereka menantang sistem dan mengembangkan gagasan segar. Satu bahan baku umum dalam organisasi – organisasi yang sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa mereka menghargai perbedaan pendapat dan menghukum penghindar konflik. Tetapi tantangan yang sebenarnya bagi para manajer ialah ketika mereka mendengar berita yang tidak ingin mereka dengar. Berita itu dapat mendidihkan darah mereka atau meruntuhkan harapan mereka, tetapi mereka tidak dapat memperlihatkannya. Mereka harus belajar menerima kabar buruk tanpa tersentak. Tidak ada semburan kata – kata marah, tidak ada sarkasme bibir – niengatup, tidak ada mata yang melotot, tidak ada gemeretak gigi. Sebaliknya,manajer seharusnya mengemukakan pertanyaan yang tenang, bahkan lembut.
Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan dikalangan anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaianmasalah dan peredaan ketegangan, dan memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan.

D.   Teknik Pemecahan Konflik:
a.    Pemecahan Masalah
Pertemuan tatap muka pihak – pihak yang berkonflik dengna maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya melalui pembahasan terbuka.
b.    Sasaran Atasan
Menciptakan sasarn bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama masing – masing pihak yang berkonflik.
c.    Perluasan Sumberdaya
Bila konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber daya (seperti: uang, kesempatan promosi, ruangan kantor) perluasan sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan.
d.    Penghindaran
Menarik diri atau menekan konflik.
e.    Penghalusan
Meminimalkan arti perbedaan sekaligus menekankan kepentingan bersama antara pihak – pihak yang berkonflik.
f.      Kompromi
Setiap pihak yang berkonflik itu mengorbankan sesuatu yang berharga.
g.    Komando Otoriter
Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian mengkomunikasikan keinginannya ke pihak – pihak yang terlibat.
h.    Mengubah Variabel Manusia
Menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia, misalnya: pelatihan hubungan manusia untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.
i.      Mengubah Variabel Struktur
Mengubah struktur organisasi formal dan pola structural interaksi pihak – pihak yang berkonflik melalui perancangan ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi, dan sejenisnya.

Hasil disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendoromg ke penghancuran kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.

E.    Pengertian Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.



F.    Proses Negosiasi

1.    Persiapan dan Perencanaan.
Sebelum mulai bernegosiasi, Anda perlu menjawab beberapa pertanyaan berikut: Apa hakikat dari konflik itu? Bagaimana sejarahnya hingga Anda harus melakukan negosiasi? Siapa yang terlibat dan bagaimana persepsi mereka tentang konflik tersebut?

2.    Penentuan Aturan Dasar
Begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi, anda mulai siap menentukan aturan – aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang melakukan perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada, yang mungkin akan muncul? Pada persoalan – persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.

3.    Klarifikasi dan Justifikasi
Ketika posisi awal sudah saling dipertukarkan, baik Anda maupun pihak lain akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal Anda. Tidak perlu konfrontatif. Ini justru merupakan peluang untuk saling mendidik dan memberitahu mengenai persoalan yang dibahas, mengapa persoalan itu penting, dan bagaimana masing – masing sampai pada tuntutan awal mereka. Inilah titik di mana Anda mungkin perlu memberikan segala dokumentasi kepada pihak lain yang kiranya akan membantu mendukung posisi Anda.

4.    Tawar – menawar dan Penyelesaian Masalah
Hakikat proses negosiasi terletak pada tindakan memberi dan menerima yang sesungguhnya dalam rangka mencari suatu kesepakatan.




5.    Penutupan dan Implementasi
Tahap akhir dalam proses negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan. Untuk negosiasi – negosiasi besar yang mencangkup segala sesuatu dari negosiasi buruh – manajemen sampai tawar – menawar ketentuan sewa – beli untuk pembelian real estat samapi negosiasi penawaran kerja untuk posisi manajemen senior. Tahap ini mensyaratkan kesepakatan mengenai hal – hal spesifik dalam kontrak formal. Namun pada kebanyakan kasus, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal dari sekadar berjabat tangan.

Perilaku Organisasi : Dasar - Dasar Perilaku Kelompok


A.  Pengertian Kelompok

Kelompok ( group ) menurut Robbins (1996) mendefinisikan kelompok sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Sementara Gibson (1995) memandang kelompok dari empat kelompok prespektif, diantaranya :
  1. Dari sisi persepsi, kelompok dipandang sebagai kumpulan sejumlah orang yang  saling berinteraksi satu sama lain, dimana masing-masing anggota menerima kesan atau persepsi dari anggota lain.
  2. Dari sisi organisasi, kelompok adalah suatu sistem terorganisasi yang terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan dengan sistem menunjukkan beberapa fungsi, mempunyai standar dari peran hubungan di antara anggota.
  3. Dari sisi motivasi, kelompok dipandang sebagai sekelompok individu yang keberadaannya sebagai suatu kumpulam yang menghargai individu.
  4. Dari sisi interaksi, menyatakan bahwa inti dari pengelompokkan adalah interaksi dalam bentuk interpedensi.

Dari beberapa pandangan tersebut, Gibson menyimpulkan bahwa yang disebut kelompok itu adalah kumpulan individu dimana perilaku dan atau kinerja satu anggota dipengaruhi oleh perilaku dan atau prestasi anggota yang lainnya.
Dipandang dari proses kemunculannya, kelompok dapat terbentuk karena tindakan manajerial dan karena adanya keinginan individu. Manager menciptakan kelompok kerja untuk melaksanakam pekerjaan dan tugas yang diberikan. Kelompok juga berfungsi dan berinteraksi dengan kelompok lain, masing-masing mengembangkan satu set karakteristik yang unik termasuk struktur, kepaduan peran, norma-norma dan proses. Kelompok juga menciptakan sendiri kultur mereka. Akibatnya, kelompok akan bekerja sama atau  bersaing dengan kelompok lain dan perrsaingan antara kelompok dapat memicu akan adanya konflik.

B.  Macam – Macam Kelompok dalam Organisasi

Kelompok-kelompok di dalam organisasi secara sengaja direncanakan atau sengaja dibiarkan terbentuk oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu, kelompok juga kerap muncul melalui proses sosial dan organisasi informal. Organisasi informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan kelompok jika interaksi tersebut berhubungan dengan norma perilaku mereka sendiri, kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal.

1.      Kelompok Formal
 Kelompok ini dibangun selaku akibat dari pola struktur organisasi dan pembagian kerja yang ditandai untuk menegakkan tugas – tugas. Kebutuhan dan proses organisasi menimbulkan formulasi tipe – tipe kelompok yang berbeda – beda. Khususnya ada dua tipe kelompok formal, diantaranya :
Ø  Kelompok Komando (Command Group)
Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasi. Kelompok terdiri dari bawahan yang melapor langsung kepada seorang supervisor tertentu. Hubungan wewenang antara manajer departemen dengan supervisor, atau antara seorang perawat senior dan bawahannya, merupakan kelompok komado.
Ø  Kelompok tugas (Task Group)
Kelompok tugas terdiri dari para karyawan yang bekerja – sama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu. Misalnya, kegiatan para karyawan administrasi dalam perusahaan asuransi pada waktu orang mengajukan tuntutan kecelakaan, merupakan tugas yang harus dilaksanakan.

2.      Kelompok Informal
Kelompok informal adalah pengelompokan secara wajar dari orang – orang dalam situasi kerja untuk memenuhi kebutuhan sosial. Dengan perkataan lain, kelompok informal tidak muncul karena dibentuk dengan sengaja, tetapi muncul secara wajar. Orang mengenal dua macam kelompok informal khusus diantaranya:
Ø  Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Orang yang mungkin tidak merupakan anggota dari kelompok komando atau kelompok tugas yang sama, mungkin bergabung untuk mencapai sesuatu sasaran bersama. Para karyawan yang bersama – sama bergabung dalam kelompok untuk membentuk front yang terpadu menghadapi manajemen untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak dan pelayan wanita yang mengumpulkan uang persen mereka merupakan contoh dari kelompok kepentingan. Perlu diketahui juga tujuan kelompok semacam itu tidak berhubungan dengan tujuan organisasi, tetapi tujuan itu bersifat khusus bagi tiap – tiap kelompok.
Ø  Kelompok Persahabatan (Friendship Group)
Banyak kelompok dibentuk karena para anggotanya mempunyai sesuatu kesamaan, misalnya usia, kepercayaan politis, atau latar belakang etnis. Kelompok persahabatan ini seringkali melebarkan interaksi dan komunikasi mereka sampai pada kegiatan diluar pekerjaan.

Jika Pola gabungan karyawan dicatat, maka akan segera menjadi jelas bahwa mereka termasuk dalam berbagai macam kelompok yang sering bersamaan. Maka diadakan perbedaan diantara dua klasifikassi kelompok yang luar:  kelompok formal dan informal. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa kelompok formal ( kelompok komando dan kelompok tugas) dibentuk oleh organisasi formal dan merupakan alat untuk mencapai tujuan, sedangkan kelompok informal (kelompok kepentingan dan kelompok persahabatan) adalah penting untuk keperluan mereka sendiri ( artinya, mereka memenuhi kebutuhan pokok akan berkelompok).

C.  Tahap – Tahap Pengembangan Kelompok

Kelompok biasanya berkembang melalui sebuah urutan terstandar dalam evolusi. Model lima tahap perkembangan kelompok ( five – stage group – development model ) menyebutkan karekteristik tahapan perkembangan kelompok dalam lima tahap yang berbeda, diantaranya:
1.      Tahap Pembentukan ( forming ), memiliki karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepimimpinan kelompok tersebut. Para anggotanya “ menguji kedalaman air ” untuk menentukan jenis – jenis perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok.
2.      Tahap timbulnya konflik ( storming stage ) adalah satu dari konflik intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok tersebut, tetapi terdapat penolakan terhadap batasan – batasan yang diterapkan kelompok terhadap setiap individu. Ketika tahap ini selesai, terdapat sebuah hierarki yang relatif jelas atas kepemimpinan dalam kelompok tersebut.
3.      Tahap normalisasi ( norming stage ) adalah tahap di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut menunjukkan kekohesifan. Dalam tahap ini terbentuk sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap ini selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah mengasimilasi serangkaian ekspektasiumum definisi yang benar atas perilaku organisasi.
4.      Tahap berkinerja ( performing ) adalah tahap di mana struktur telah sepehunya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah dari saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada.
5.      Tahap pembubaran ( adjourning stage ). Dalam tahap ini, kelompok tersebut mempersiapkan diri untuk pembubarannya. Kinerja tugas yang tinggi tidak lagi menjadi prioritas tertinggi kelompok. Sebagai gantinya, perhatian diarahkan untuk menyelesaikan aktivitas – aktivitas.

D.  Analisis Interakasi Kelompok

Kelompok yang terlibat dalam kegiatan komunikasi yang berkaitan dengan tugas dan kebutuhan antarperibadi cenderuang mempertahankan keseimbangan mereka. Dengan cara meluangkan waktu yang lebih lama pada kegiatan sosio – emosional dalam tahapan keseimbangan, dan begitu pula sebaliknya. Menurutnya jika suatu kelompok berorientasi pada tugas, pembagian kerja, perrbedaan peranan, dan perbedaan wewenang yang dapat mempengaruhi solidaritas kelompok. Pandangan balas penting khususnya bagi ahli komunikasi kelompok karena ia menderita akibat ketegangan mental yang diciptakan oleh tekanan – tekanan kontradiktif yang kaitannya dengan tugas dan kebutuhan antarpribadi.
Teori Analisis proses interaksibeles bales adalah Teori klasik yang di kembangkan untuk menjelaskan pola diskusi kelompok, terutama dalam hal kepemimpinan. Teori yang dicapai adalah proses pembuatan untuk menganalisis komunikasi kelompok.
Selain itu, penelitian menunjukkanbahwa kelompok yang terlibat dalam kegiatan komunikasi yang berkaitan dengan tugas selama satu tahapan, cenderung “ mempertahankan keseimbangan mereka “. Hal ini dilakukan dengan cara meluangkan waktu yang lebih lama pada kegiatan sosio – emosional dalam tahapan berikut, dan begitu juga sebaliknya. Semua kelompok harus mencapai keseimbangan, keseimbangan tugas, dan kebutuhan kepemeliharaan.
Ada tiga tahap dalam model Bales, yaitu:
Tahap 1 : Orientation Phase
Pada tahap orientasi, anggota yang baru masuk dalam suatu kelompok atau baru mendirikan suatu kelompok akan bertanya, mencari dan sling memberi informasi mengenaitujuan kelompok dan hakekat tugas-tugas dalam kelompok, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antara lain. “apa yang akan kita lakukan”, “mengapa kita melakukannya”, “bagaimana kita melakukannya” dan “bagaimana mencapai hasil yang terbaik”.
Pada tahapan ini, anggota kelompok akan mencari konfirmasi dan melakukan orientasi akan keberadaan kelompok tersebut.

Tahap 2 : Evaluation Phase
Pada tahap evaluasi, pertanyaan yang diajukan anggota kelompok berkisar seputar peran anggota kelompok dalam tugas-tugas atau pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok. Pada tahap ini terjadi semacam pengekspresian opini dan perasaan dari anggota kelompok tentang berbagai isu yang berkembang.
Tahap 3 : Control Phase
Para anggota kelompok akan saling membuat statement ( pernyataan ) dan mencari serta memberi petunjuk pada sesama anggota. Disini akan bermunculan pendapat-pendapat yang positif atau negatif dari anggota kelompok secara substansial. Pada tahap ini akan mulai tampak solidaritas kelompok dan minat mereka dalam kelompok.

Makalah Hukum Komersial


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melauli proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk – bentuk adanya kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan ( kepentingan ) melalui proses tawar menawar.
Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu melaui hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak.


B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana bentuk perjanjian antara PT Surabaya Delta Plaza ( PT SDP ) dengan Tarmin Kusno dalam hal sewa menyewa?
2.      Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian sewa menyewa yang dilakukan PT Surabaya Delta Plaza ( PT SDP ) dengan Kusno Tarmin apabila telah melanggar ketentuan klasula dalam perjanjian?
3.      Bagaimana upaya penyelesaian sengketa PT Surabaya Delta Plaza ( PT SDP ) dengan Tarmin Kusno akibat tidak memenuhi kewajiban klasula dalam hukum perjanjian?


BAB II
PEMBAHASAN

Masalah
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.  Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991.  Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.

Pembahasan
Setelah pihak PT Surabaya Delta Plaza ( PT SDP ) mengajak Tarmin Kusno untuk meramaikan sekaligus berjualan di kompleks pertokoan di pusat kota Surabaya, maka secara tidak langsung PT Surabaya Delta Plaza ( PT SDP ) telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan Tarmin Kusno yang dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa – menyewa di depan Notaris, maka berdasarkan pasal 1338 BW yanbg menjelaskan bahwa “ Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT SDP dan Tarmin Kusno mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.
            Perjanjian tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang telah dilakukan oleh PT SDP dan Tarmin Kusno tersebut dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.       Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.       Suatu hal tertentu;
4.       Suatu sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah adanta kesepakatan, karena pihak PT SDP dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT SDP yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Namun pada kenyataannya, Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT SDP, dia tidak pernah peduli walaupun tagihan demi tagihan yang datang kepanya, tapi dia tetap berisi keras untuk tidak membayarnya.  Maka dari sini Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
 Dengan alasan inilah pihak PT SDP setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT SDP bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT SDP bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya Delta Plaza.
( sumber : moenawar.multiply.com/journal/item/4 )