A. Pengertian
Konflik
Konflik adalah sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi
perhatian dan kepentingan pihak pertama.
B. Konflik
Fungsional dan Konflik Disfungsional
Konflik Fungsional
Konflik
fungsional adalah konflik yang bermanfaat, yaitu menggambarkan konfrontasi
antara kelompok – kelompok yang dapat mempertinggi atau menguntungkan kelompok
secara keseluruhan.
Konflik Disfungsional
Konflik
disfungsional adalah setiap konfrontasi antara kelompok – kelompok yang
merintangi tercapainya tujuan. Konflik disfungsional dapat secara negatif
mempengaruhi efektivitas individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan.
C. Proses
Konflik
1. Tahap
I: Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
Langkah
pertama adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan
konflik tersebut. Tahap ini terbagi menjadi 3 kategori umum:
Komunikasi dapat merupakan sumber konflik.
Komunikasi menyatakan kekuatan – kekuatan berlawanan yang timbul dari dalam
kesulitan semantik,kesalahpahaman, dan kebisingan dalam saluran komunikasi.
Kesulitan semantik timbul akibat perbedaan pelayihan, persepsi selektif, dan
informasi tidak memadaimengenai orang lain. Jadi, terlalu banyak maupun sedikit
informasi dapat menjadi dasar untuk konflik.
Struktur istilah struktur digunakan untuk
mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas, kejelasan
yuridiksi, kecocokan anggota (sasaran), gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
derajat ketergantungan antar kelompok. Semakin besar kelompok dan
terspesialisasi kegiatan, maka kemungkinan konflik makin besar, sebab masa
kerja dan konflik berbanding terbalik. Selain itu, semakin besar ambiguitas
dalam mendefinisikan secara cermat letak tanggung jawab tindakan, maka potensi
munculnya konflik juga semakin besar. Partisipasi dan konflik sangtalah
berkaitan, dan juga sistem imbalan dapat menciptakan konflik bila terjadi
ketidak adilan pembagian.
Variabel Pribadi mencakup sistem nilai individu setiap orang
dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi (penyimpangan
kaidah gramatikal padaragam bahasa seseorang) dan perbedaan individu. Namun,
ada sebuah sistem yang terabaikan
padahal sebenarnya merupakan sumber yang oenting dalam menciptakan potensi
konflik. Perbedaan nilai merupakan penjelasan terbaik atas persoalan yang
beraneka seperti prasangka, ketidaksepakatan mengenai sumbangan seseorang padasebuah
kelompok dan imbalan yang layak diterimanya, dan penilaian atas bagus tidaknya
sebuah buku.
2. Tahap
II: Kognisi dan Persoalisi
Meskipun
konflik tersebut dipersepsiakan, tidak berarti bahwa konflik tersebut dipersonalisasikan.
Dengan kata lain, seseorang mungkin menyadari bahwa dia dan partnernya berada
dalam kondisi tidak sepakat yang serius, namun hal itu tidak membuatnya tegang
atau cemas dan juga tidak berpengaruh apapun pada perasaannya terhadap
partnernya tersebut. Sebuah konflik terdapat pada tingkat terasakan apabila individu
– individu terlibat secara emosional, sehingga timbul kecemasan, ketegangna, frustasi
dan permusuhan. Tahap ini merupakan tahap yang penting, karena disini konflik
cenderung didefinisikan. Emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi.
Umumnyaemosi negatif menghasilkan penyederhanaan berlebihan atas suatu
persoalan, mengurangi kepercayaan, dan penafsiran negatif atas perilaku pihak
lain. Sebaliknya, perasaan positif meningkatkan kecenderungn melihat potensi
hubungan antara setiap unsur masalah, menggunakan pandangan yang lebih luas
atas situasi dan mengembangkan penyelesaian yang lebih inovatif.
3. Tahap
III: Maksud
Maksud merupakan
keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud (niat) berada di antara
persepsi dan emosi serta perilaku. Maksud – maksud penanganan konflik primer
dengan menggunakan dua dimensi antara lain:
1. Kekooperatifan
Tingkat
sejauh mana salah satu pihak berupaya memuaskan kebutuhan pihak lain.
2. Ketegasan
Tingkat
sejauh mana suatu pihak berupaya memenuhi kebutuhannya sendiri.Terbagi menjadi
lima maksud penanganan konflik:
a.
Persaingan
( tegas dan tidak kooperatif )
Persaingan
merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak
pada pihak lain dalam konflik tersebut.
b.
Kolaborasi
( tegas dan kooperatif )
Kolaborasi
merupakan situasi yang di dalamnya pihak – pihak yang berkonflik sepenuhnya
saling memuaskan kepentingan semua pihak. Dalam kolaborasi, maksud pihak –
pihak tersebut adalah memecahkan masalah dengan mengklarifikasi perbedaan,
bukan dengan mengakomodasi berbagai sudut pandang.
c.
Penghindaran
( tidak tegas dan tidak kooperatif )
Penghindaran
merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.
d.
Akomodasi
( kooperatif dan tidak tegas )
Akomodasi
merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan
pesaing di atas kepentingannya sendiri.
e.
Kompromi
( kisaran tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan )
Kompromi
merupakan suatu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik
bersedia mengorbankan sesuatu. Oleh sebab itu karakteristik khas kompromi
adalah bahwa setiap pihak bermaksud melepaskan sesuatu
Sebenarnya
kelima maksud penanganan konflk tersebut bukanlah sebagai seperangkat pilihan,
namun sebagai relatif tetap. Artinya, bila menghadapi situasi konflik, ada yang
ingin menang bagaimana pun caranya, ada yang ingin menemukan pemecahan yang
optimum, ada yang ingin melarikan diri, ada yang ingin mematuhi, dan juga ada
yang ingin memecahkan perbedaan.
4. Tahap
IV: Perilaku
Tahap perilaku mencakup:
a.
Pernyataan
b.
Tindakan
c.
Reaksi
yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik
Manajemen
Konflik merupakan penggunaan teknik – teknik resolusi dan stimulasi untuk
meraih level konflik yang diinginkan.
5. Tahap
V: Hasil
Hasil
Fungsional
Tampaknya terdapat kesepakatan umum
bahwa menciptakan konflik fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, terutama
dalam perusahaan Amerika yang besar. Seperti kata seorang konsultan, “Sebagian
besar orang yang sampai di puncak adalah penghindar konflik. Mereka tidak suka mendengar
hal – hal yang negatif, mereka tidak suka mengatakan atau memikirkan hal – hal yang
negatif. Sering mereka berhasil mendaki tangga sebagian karena mereka tidak
menyakiti hati orang-orang ketika mendaki”. Seorang lain mengemukakan bahwa
sekurang-kurangnya 7 dari 10 orang dalam bisnis Arnerika berdiam diri bila
pendapat mereka bertentangan dengan pandangan atasan, membiarkan para atasan
membuat kekeliruan meskipun mereka sendiri mengetahui secara lebih baik. Budaya
antikonflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir pada masa lalu, tetapi
tidak dalam ekonomi global dengan persaingan begitu ganas seperti pada sekarang
ini.
Organisasi – organisasi yang tidak
mendorong dan mendukung perbedaan pandangan muungkin tidak bertahan hidup.
Beberapa pendekatan yang digunakan organisasi untuk mendorong orang mereka
menantang sistem dan mengembangkan gagasan segar. Satu bahan baku umum dalam
organisasi – organisasi yang sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa
mereka menghargai perbedaan pendapat dan menghukum penghindar konflik. Tetapi
tantangan yang sebenarnya bagi para manajer ialah ketika mereka mendengar
berita yang tidak ingin mereka dengar. Berita itu dapat mendidihkan darah
mereka atau meruntuhkan harapan mereka, tetapi mereka tidak dapat memperlihatkannya.
Mereka harus belajar menerima kabar buruk tanpa tersentak. Tidak ada semburan
kata – kata marah, tidak ada sarkasme bibir – niengatup, tidak ada mata yang
melotot, tidak ada gemeretak gigi. Sebaliknya,manajer seharusnya mengemukakan
pertanyaan yang tenang, bahkan lembut.
Konflik bersifat konstruktif apabila
konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi,
mendorong perhatian dan keingintahuan dikalangan anggota kelompok, menjadi
saluran yang merupakan sarana penyampaianmasalah dan peredaan ketegangan, dan
memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan.
D. Teknik
Pemecahan Konflik:
a.
Pemecahan
Masalah
Pertemuan
tatap muka pihak – pihak yang berkonflik dengna maksud mengidentifikasi masalah
dan memecahkannya melalui pembahasan terbuka.
b.
Sasaran
Atasan
Menciptakan
sasarn bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama masing – masing pihak
yang berkonflik.
c.
Perluasan
Sumberdaya
Bila
konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber daya (seperti: uang, kesempatan
promosi, ruangan kantor) perluasan sumber daya dapat menciptakan solusi yang
saling menguntungkan.
d.
Penghindaran
Menarik
diri atau menekan konflik.
e.
Penghalusan
Meminimalkan
arti perbedaan sekaligus menekankan kepentingan bersama antara pihak – pihak yang
berkonflik.
f.
Kompromi
Setiap
pihak yang berkonflik itu mengorbankan sesuatu yang berharga.
g.
Komando
Otoriter
Manajemen
menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian
mengkomunikasikan keinginannya ke pihak – pihak yang terlibat.
h.
Mengubah
Variabel Manusia
Menggunakan
teknik pengubahan perilaku manusia, misalnya: pelatihan hubungan manusia untuk
mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.
i.
Mengubah
Variabel Struktur
Mengubah
struktur organisasi formal dan pola structural interaksi pihak – pihak yang
berkonflik melalui perancangan ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi
koordinasi, dan sejenisnya.
Hasil
disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada
kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat dikenal. Oposisi yang tidak
terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak menghilangkan ikatan
bersama, dan pada akhirnya mendoromg ke penghancuran kelompok itu. Konflik dari
ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.
E. Pengertian
Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah proses dimana
dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk
menyepakati nilai tukarnya.
F. Proses
Negosiasi
1. Persiapan
dan Perencanaan.
Sebelum
mulai bernegosiasi, Anda perlu menjawab beberapa pertanyaan berikut: Apa
hakikat dari konflik itu? Bagaimana sejarahnya hingga Anda harus melakukan
negosiasi? Siapa yang terlibat dan bagaimana persepsi mereka tentang konflik
tersebut?
2. Penentuan
Aturan Dasar
Begitu
selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi, anda mulai siap menentukan
aturan – aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu
sendiri. Siapa yang melakukan perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada, yang mungkin akan muncul? Pada
persoalan – persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang
harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan
bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi
dan Justifikasi
Ketika
posisi awal sudah saling dipertukarkan, baik Anda maupun pihak lain akan
memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi
tuntutan awal Anda. Tidak perlu konfrontatif. Ini justru merupakan peluang
untuk saling mendidik dan memberitahu mengenai persoalan yang dibahas, mengapa
persoalan itu penting, dan bagaimana masing – masing sampai pada tuntutan awal
mereka. Inilah titik di mana Anda mungkin perlu memberikan segala dokumentasi
kepada pihak lain yang kiranya akan membantu mendukung posisi Anda.
4. Tawar
– menawar dan Penyelesaian Masalah
Hakikat
proses negosiasi terletak pada tindakan memberi dan menerima yang sesungguhnya
dalam rangka mencari suatu kesepakatan.
5. Penutupan
dan Implementasi
Tahap
akhir dalam proses negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat
serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan
pelaksanaan. Untuk negosiasi – negosiasi besar yang mencangkup segala sesuatu
dari negosiasi buruh – manajemen sampai tawar – menawar ketentuan sewa – beli
untuk pembelian real estat samapi negosiasi penawaran kerja untuk posisi
manajemen senior. Tahap ini mensyaratkan kesepakatan mengenai hal – hal
spesifik dalam kontrak formal. Namun pada kebanyakan kasus, penutupan proses
negosiasi tidak lebih formal dari sekadar berjabat tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar